You Are Here: Home - Pendidikan - Televisi bius keluarga yang perlu diwaspadai

Liputan-12. Ketika adzan magrib dikumandangkan di masjid Al-Ikhlash, aura ramadhan dilingkugnan RW-12 nampak jelas, beberapa orang sedang menikmati takjil di masjid, pos keamanan terlihat lengang, dan rumah warga nampak sebagian besar menutup pintunya, karena mungkin sedang berbuka setelah seharian menahan segalanya.

Tidak jauh dari pos keamanan nampak beberapa anak masih asik bermain sepeda sambil zikzak karena jalanan nampak sepi. Apakah mereka tidak puasa? atau karena asiknya bermain sampai tidak terdengar suara adzan. Terlihat dari posturnya mereka ini masih terlalu kecil, sehingga belum punya kewajiban untuk berpuasa atau sholat. Saya coba memfokuskan pandangan kepada anak-anak itu, namun makin lama menjauh dan hilang dari pandangan.

Sambil berjalan saya mencoba melempar pandangan kearah rumah yang kebetulan pintunya terbuka, dari kejauhan sepintas terlihat anak-anak asyik menonton film kartun, dan sebagian lagi TV nenyala tanpa ada yang menonton. Namun di masjid juga tak kalah sedikit anak-anak yang siap untuk ikut sholat maghrib berjamaah.

Dilematis tontonan TV yang menjadi bius anak-anak dan masyarakat sekarang, secara tidak sadar pola hidup kita telah diatur oleh program televisi. Mereka tidak rela pemirsa meninggalkan TV, apalagi tontonan anak-anak sudah mengambil porsi saat anak-anak seharusnya belajar. Korban TV maniak tidak hanya anak-anak, yang dewasa pun terkena imbasnya, sinetron, pemilihan super bintang, kwis, dan pertunjukan musik telah merasuk dan menjadi candu dalam kehidupan.

Akibatnya ada yang sampai menomorduakan ibadah setelah nonton TV, paling menyedihkan ada yang menjalankan sholat lima waktu hanya mengambil saat jeda iklan pada tontonan TV idolanya, atau menaikkan volume suara TV-nya agar tidak terlewatkan walaupun saat sholat.

Dengan mengusung bendera bisnis, pihak produser TV tidak mau disalahkan, bahkan menayangkan iklan tak berbudaya disaat TV banyak ditonton oleh anak-anak dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Satu contoh ada iklan klinik seks ditayangkan selepas adzan maghrib, bahkan sempat ada iklan yang menyebut kata (maaf) "eek" atau berhadas besar, menayangkan iklan (maaf) obat mencret juga dengan sangat vulgarnya.

Sebagai orang tua sibuk bekerja seharian, hanya bisa memberi edukasi kepada keluarga yang dirumah, mulai dari bagaimana me-manage tontonan kotak ajaib itu, dan memilih program TV.

Kita mesti bisa memilah dan memilih hiburan dirumah bagi anak-anak, namun target belajar dan ibadah mesti tetap menjadi sasaran utama demi masa depan mereka.

Dari skup yang kecil (di RW-12), bagaimana agar kita tidak terlena terhadap anak-anak kita, walaupun orang tua berangkat pagi pulang larut malam, intensitas pertemuan dan komunikasi minim.

Wacana yang berkembang di RW-12, perlukah ada aturan bagi anak anak-anak untuk tidak menonton TV dan tidak "keluyuran" saat adzan maghrib sampai Isya'? Perlu pemikiran matang, kesiapan semua warga, dan usulan solusi yang bijak.

Silakan beri pendapat dan solusinya diposting ini (klik komentar dibawah) (S.Riyanto)
Tags: Pendidikan